PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
adalah hak setiap anak dalam rangka mengembangkan dirinya sesuai dengan
kondisinya, hal tersebut ditegaskan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang perlindungan anak. Demikian pula pendidikan bagi anak usia dini, dimana
semua anak mempunyai hak untuk mendapatkan kesempatan melalui pemberian
stimulasi pendidikan yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan, sehingga
anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.
Keberhasilan
suatu program Pendidikan Anak usia Dini sangat dipengaruhi oleh jumlah sasaran
yang berperan serta. Pada tahun 2005, sasaran garapan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) usia 0 sampai 6 tahun sekitar 28 juta yaitu usia dibawah 4 tahun
berjumlah 16,4 juta dan usia 4 sampai 6 tahun berjumlah 11,6 juta jiwa.
Sementara itu yang sudah terlayani Paud baru sekitar 28% dan anak yang
terlayani melalui TK dan RA sekitar 33,2%.1 Jumlah tersebut sudah tidak
signifikan pada tahun 2006, terutama pada kelompok anak usia 4 sampai 6 tahun,
angka diatas memberikan gambaran bahwa masih banyaknya anak usia dini yang
belum terlayani dengan program PAUD.
Program
PAUD diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, non formal dan informal.2 Sasaran PAUD jalur
nonformal adalah anak-anak usia dini yang karena sesuatu hal terpaksa tidak
dapat atau tidak mampu mengikuti PAUD pada jalur pendidikan formal. Dan dengan
sasaaran tersebut maka, kebijakan yang ditempuh adalah mengembangkan PAUD yang
murah dan mudah namun mengedepankan prinsip PAUD yang benar sesuai dengan
tingkat pertumbuhan, perkembangan psikologis dan kebutuhan spesifik anak.
Dewasa ini
pendidikan formal di jenjang PAUD banyak memberikan andil yang baik bagi
persiapan anak ke jenjang pendidikan dasar. Namun ketersedian PAUD bagi anak
miskin sangat terbatas keberadaannya, selain sulitnya pengelolaan dana yang
dibutuhkan untuk mefasilitasi kegiatan juga faktor ketidakmenentunya peserta
didik dalam mengikuti kegiatan belajar. Keadaan ini memberikan dampak yang
besar terhadap masyarakat, sehingga partisipasi mereka terhadap pengembangan
suatu sekolah alternatif bagi anak miskin di perkotaan terbatas. Padahal
keberadaan sekolah tersebut sangat dibutuhkan bagi mereka selain berfungsi
sebagai tempat mendapatkan pelajaran juga diharapkan dapat memberikan kemudahan
pada masalah biaya pendidikan.
Program
PAUD jalur nonformal yang dikembangkan oleh sebuah sanggar bermain Sallam Club
adalah program PAUD bagi anak-anak miskin yang tidak memiliki kemampuan biaya.
Pendidikan yang ditawarkan Sanggar bermain tersebut dapat dijadikan suatu
pendidikan alternatif bagi anak-anak miskin untuk mempersiapkan diri ke jenjang
pendidikan dasar. Umumnya anak yang belajar di Sanggar Bermain ini berasal dari
kalangan keluarga kurang mampu/miskin, seperti anak dari keluarga pedagang kaki
lima, buruh
cuci dan anak yang dipekerjakan oleh orang tuanya sebagai asongan dan pengamen
yang biasanya mereka beraktivitas di sudut-sudut perempatan lampu merah. Selain
itu dalam perkembangan setiap tahunnya, sanggar ini mengalami peningkatan dalam
jumlah siswa yang bersekolah. Dengan demikian mengindikasikan bahwa, keluarga
miskin di perkotaan Jakarta,
khususnya di wilayah Jakarta Timur setiap tahunnya juga mengalami peningkatan.
Pada
awalnya Sanggar Bermain ini bertujuan sebagai tempat bagi para orang tua yang
kebetulan berdagang di pasar yang letaknya dekat dengan sekolah tersebut untuk
menitipkan anaknya pada saat mereka berdagang. Melalui sistem biaya perdatang
dan terjangkau memberikan solusi bagi orang tua untuk dapat menitipkan anaknya
mendapatkan berbagai materi pelajaran setingkat taman kanak-kanak.
Dengan
biaya pendidikan perdatang, jumlah peserta didik setiap hari tidak menentu. Hal
itu tergantung pada saat peserta didik mempunyai uang untuk sekolah. Kedatangan
peserta didik yang tidak pasti, tentu akan menimbulkan kesulitan-kesulitan
diantaranya adalah :
o
Guru
sulit membuat suatu pembelajaran terpadu efisien yang bisa memfasilitasi anak
yang kedatangannya tidak tentu
o
Guru
sulit mengamati dan mencatat perkembangan pada siswa yang kehadirannya kurang
dari 50 % setiap bulannya
o
Guru
sulit menggambarkan grafik kemajuan belajar siswa secara umum.
o
Guru mengalami kesulitan dalam menyampaikan
laporan hasil kemajuan belajar siswa pada orang tua, karena kebanyakan dari
mereka banyak yang tidak mengerti bahkan ada yang buta huruf.
Berdasarkan
latar belakang dan hasil pengamatan awal telah memberikan suatu pemikiran dan
dorongan bagi penulis untuk merancang pembelajaran terpadu yang efisien bagi
anak miskin dengan penerapan biaya perdatang. Harapan penulis kiranya rancangan
yang dikembangkan ini bermanfaat dan dibutuhkan bagi anak dengan latar belakang
sosial dan ekonomi yang sangat terbatas dalam mendapatkan pendidikan yang lebih
baik.
PEMBAHASAN
1. Hakikat
Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran
terpadu pada anak usia dini didasarkan pada keyakinan bahwa anak akan tumbuh
dengan baik jika dilibatkan secara alamiah dalam proses belajar. Istilah
terpadu pada pembelajaran terpadu atau integrated adalah”………repositioning of
earning experiences into meaningful contexs” . Maksudnya bahwa pembelajaran
terpadu menekankan pengalaman belajar dalam konteks yang bermakna. Pembelajaran
dalam hal ini bertolak dari tema-tema. Selain itu pembelajaran terpadu
didefinisikan juga sebagai : “Suatu konsep dapat dikatakan sebagai pendekatan
belajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang
bermakna pada anak”. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak
akan memahami konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami anak melalui
kesempatannya mempelajari apa yang berhubungan dengan tema atau peristiwa
otentik (alami). Dalam pembelajaran semacam itu, anak diharapkan selalu
mendapatkan kesempatan untuk terlibat secara aktif sesuai dengan aspirasi dan
minatnya, dimana dalam pembelajaran terpadu sangat menghargai keragaman.
Pembelajaran
terpadu dilaksanakan dengan bertitik tolak dari suatu topik atau tema yang
dipilih dan dikembangkan guru bersama anak, dengan cara mempelajari dan
menjelajahi konsep-konsep dari tema tersebut. Disamping itu pembelajaran
terpadu didasari pada pendekatan inkuiri yang melibatkan anak dalam
perencanaan, eksplorasi, dan tukar menukar ide, serta anak didorong untuk
bekerjasama dalam kelompok dan didorong untuk merefleksikan kegiatan belajarnya
sehingga mereka dapat memperbaiki secara mandiri. Sementara itu menurut Joni R
pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan
dua konsep atau lebih yang relevan dari suatu rumpun mata pelajaran (intra)
atau beberapa konsep yang relevan dari sejumlah mata pelajaran (antar).6 Dalam
hal ini pengkaitan beberapa konsep itu haruslah yang relevan dan tidak dapat
dipaksakan atau sekedar dikaitkan. Artinya pengkaitan itu harus
mempertimbangkan berbagai hal seperti kebutuhan siswa, menarik minat siswa,
disesuaikan dengan kurikulum dan berfungsi untuk mengefektifkan kegiatan
pembelajaran, sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru dan mendapatkan
kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang baru diperolehnya itu dalam
berbagai situasi baru yang semakin kaya ragamnya sesuai dengan prinsip belajar
yang bermakna.
Selanjutnya
Conny R Semiawan membatasi pembelajaran terpadu sebagai “cara belajar yang
wajar bagi anak “. Menurutnya proses integratif beranjak dari topik tertentu
tetapi lebih bersifat longgar dalam mengaitkan topik sebagai “center of
interest” (pusat perhatian) dengan unsur-unsur lain dari berbagai mata
pelajaran guna membentuk keseluruhan yang lebih bermakna. Dikatakan bermakna
karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka
pelajari itu melalui pengalaman langsung dengan menghubungkan konsep lain yang
sudah mereka pahami. Keuntungannya dipandang dari perspektif anak maka bidang
studi yang terpisah sangat sesuai. Ia membaca, menghitung, mencatat sesuatu
dengan minat yang tidak langsung beranjak dari bidang studi tertentu.
Gillian, Collins dan Dixon mengatakatan bahwa
pembelajaran terpadu akan terlaksana apabila terjadi peristiwa atau eksplorasi
topik menjadi penggerak kurikulum. Menurutnya berpartisipasi dalam peristiwa
otentik atau topik anak belajar sekaligus mendapatkan isi yang lebih luas dari
kurikulum yang telah disusun.
Menurut Oemar Hamalik
bahwa, pembelajaran terpadu adalah sistem pengajaran yang bersifat menyeluruh,
yang memadukan berbagai disiplin pembelajaran yang berpusat pada suatu masalah
atau topik atau proyek, baik teoritis maupun praktis, dan memadukan kelembagaan
sekolah dan luar sekolah yang mengembangkan program yang terpadu berdasarkan
kebutuhan siswa, kebutuhan masyarakat dam memadukan kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai tujuan pengembangan kepribadian siswa yang terintegrasi. Dalam
pengertian diatas merupakan reaksi terhadap pembelajaran yang terpisah-pisah
dimana antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya tidak dihubungkan tetapi
bersifat terkotak-kotak. Disisi lain sistem ini pada hakikatnya merupakan
pengembangan yang lebih luas dari pengejaran sistem bidang studi. Dengan
demikian pembelajaran harus sesuai dengan minat dan kebutuhan anak yang betitik
tolak dari suatu masalah atau proyek yang dipelajari oleh siswa baik secara
individual maupun kelompok dengan metode yang bervariasi dan dengan bimbingan
guru guna mengembangkan pribadi siswa sacara utuh dan terintegrasi.
Dari uraian pendapat
diatas, maka pengertian pembelajaran terpadu dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1.
Pembelajaran beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat
perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain, baik
berasal dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi yang
lainnya.
2.
Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai bidang
studi yang mencerminkan dunia nyata sekeliling dan dalam rentang kemampuan
anak.
3.
Suatu cara untuk mngembangkan pengetahuan dan ketrampilan
anak secara simultan.
4.
Merakit atau menghubungkan sejumlah konsep dalam beberapa
bidang studi yang berbeda, dengan harapan anak akan belajar dengan lebih baik
dan bermakna.
Dengan demikian,
suatu pendekatan pengajaran dengan menggunakan pembelajaran terpadu dapat
membuka cakrawala guru-guru yang inovatif, produktif, dan demokratis serta
dapat mengatasi kepasifan siswa yang kurang bergairah dalam kegiatan belajar
mengajar disekolah.
Ciri-ciri atau
karakteristik pembelajaran terpadu sebagai berikut:
a. Holistik (utuh)
b. Bermakna
c. Otentik (alami)
d. Aktivitas
e. Dampak Pembelajaran
Berdasarkan ciri-ciri
di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran yang holistik menghendaki seluruh
aspek perkembangan siswa (fisik dan mental) dikembangkan dalam pembelajaran
secara utuh tidak terkotak-kotak.
Dengan
pembelajaran terpadu siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran
inkuiri, bekerja, berpikir, merefleksi, bertanya, dan merasakan. Hal ini
sejalan dengan prinsip “hand on activity” yaitu kegiatan pembelajaran sebagai
bagian yang menyatu dengan berbuat dan bermain, terutama bagi anak usia dini
(learning by doing and learning by playing). Aktifitas belajar yang semacam ini
dapat menghindarkan antusiasme siswa yang tinggi.
Pembelajaran
terpadu dapat memberikan dampak langsung (intrucsional effects) melalui
pencapaian tujuan pembelajaran khusus dan dampak tidak langsung atau dampak
pengiring (nurturan effects) sebagai akibat dari keterlibatan siswa dalam
berbagai ragam kegiatan belajar yang khas dirancang oleh guru.
Dengan
demikian dari uraian ciri-ciri pembelajaran terpadu diatas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Berpusat pada anak (child centered)
2.
Memberikan pengalaman langsung kepada anak
3.
Pemisahan antara bidang studi tidak begitu jelas
4.
Menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu
proses pembelajaran
5.
Bersifat luwes
6.
Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai minat dan
kebutuhan anak.
Model
pembelajaran terpadu berdasarkan lintas beberapa disiplin ilmu yang sering
digunakan untuk Pendidikan Anak Usia dini adalah model Webbed. Model ini
memadukan materi pembelajaran dari beberapa bidang studi dalam satu tema yang
memiliki jaringan yang saling berhubungan dalam bentuk jaringan laba-laba.
2. Pendidikan
Alternatif bagi Anak Miskin
Kemiskinan
merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan
minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan
(poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan
adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat
membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan
kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.
Indikator utama
kemiskinan adalah; (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya
akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya
mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5)
lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya
akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air
bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9)
memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya
akses masyarakat terhadap sumber daya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman;
(11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan
oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk
yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik,
meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.
Menurut
SMERU, kemiskinan memiliki berbagai dimensi, diantaranya ketidakmampuan dan
ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan rumah
tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil.
Pengertian
anak miskin adalah anak dari orang tua yang sebagian besar pendapatannya hanya
dimanfaatkan untuk makan, meskipun kadang ada juga untuk biaya berpengahasilan
rendah dan umumnya bekerja di sektor informal sehingga seluruh sekolah anak.
Menurut Aisyah dalam penelitiannya, sebagian besar orang tua dari anak miskin
bekerja sebagai buruh seperti, bekerja sebagai cleaning service, tukang cuci
dan setrika pakaian atau kuli bangunan.
Dalam
laporan Unesco tahun 2005 menyebutkan bahwa pendanaan pemerintah Indonesia yang
meningkat harus diprioritaskan dan sangat penting untuk disalurkan untuk
anak-anak miskin dengan akses minimum kepelayanan pendidikan anak usia dini,
dimana jenjang pemerataan paling besar yang sekarang ditemui. Pendidikan anak
usia dini dibuat umum merupakan bagian dari dorongan hati yang sering dilakukan
oleh masyarakat luas. Pendidikan Anak Usia Dini yang bebas bayar untuk semua
tentunya mempunyai kekurangan potensi.
Berdasarkan
pandangan tersebut sekiranya pendidikan yang dibutuhkan untuk anak miskin
adalah pendidikan dengan pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial,
yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Ada beberapa hal dalam kesimpulan ini yang
perlu ditekankan diantaranya:
1.
Proses belajar mengajar dengan pembelajaran terpadu sangat
sesuai dengan karakteristik belajar usia anak prasekolah, terutama bagi anak
dan orang tua dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang terbatas. Jelasnya
dalam pembelajaran terpadu azas-azas perkembangan anak dimanfaatkan secara
optimal seperti kemampuan bergaul dengan pengalaman mulai dari yang bersifat
konkret lalu meningkat kepada yang lebih abstrak di satu pihak, serta
penghayatan pengalaman secara holistik di pihak lain. Unsur-unsur keterlibatan
orang tua dalam pendidikan anaknya dapat dihargai dan didengar keinginannya.
2.
Proses belajar mengajar pembelajaran terpadu dengan penerapan
biaya pendidikan per datang dapat memberikan sumbangan yang cukup berharga
kepada dunia pendidikan dalam rangka membina manusia yang utuh, yang juga
identik dengan pengembangan integritas pribadi yang mandiri dan kemampuan
swadana bagi orang tua siswa dalam mengoptimalkan potensi yang ada. Diupayakan
model seperti ini mengurangi ketergantungan orang tua yang tidak mampu pada
biaya pendidikan bagi anaknya terhadap subsidi pemerintah.
3.
Pembelajaran terpadu dapat memberikan situasi belajar yang
membuat anak bertanggung jawab terhadap proses belajarnya, baik mandiri maupun
dengan panduan guru dan orang tua. Penerapannyapun dapat dikembangkan dengan
situasi yang berbeda dan keterbatasan fasilitas belajar.
4.
Pembelajaran terpadu juga menawarkan kesempatan kepada anak
untuk bekerja sama dengan pihak lain pada tantangan yang berbeda. Untuk itu
guru sebagai pendidik yang profesional perlu kiranya untuk mereformasi diri
dalam rangka mengahadapi persaingan yang semakin ketat dan mempersiapkan anak
didik untuk mengahadapi tantangan. Bukan tantangan dilingkungan sendiri tetapi
tentunya mengahadapi tantangan yang lebih besar di era globalisasi.
B. Saran
Kebutuhan untuk menerapkan konsep pembelajaran terpadu
pada pendidikan usia dini bagi anak miskin menjadi keharusan diberdayakan di
kota-kota besar seperti Jakarta.
Teori boleh berkembang tetapi prakteknya dapat menjadi lain. Banyak usaha
penyangkalan, penolakan, maupun kekagetan akan dijumpai baik dari peserta
didik, pendidik, serta pihak lain yang terkait sebelum konsep pembelajaran ini
dapat diterima dan dirasakan hasilnya. Untuk itu diperlukan komitmen dari banyak
pihak untuk melakukan perubahan dalam banyak hal yang menyangklut kebijakan
kurikulum, pengembangan sumberdaya manusia, penyediaaan insfrastruktur (sarana
prasarana) serta pendanaan dan tentunya sosialisasi akan pentingnya pendidikan
di usia dini. Sehingga dapat ditemukan bentuk yang paling tepat untuk
menampilkan konsep pembelajaran yang bermakna. Penulis merasakan jika di depan
mata kita masih banyak anak didik di Jakarta
terlantar karena kurangnya pemenuhan kebutuhan akan pendidikan untuk program usia
dini. Berbuat sekecil mungkin untuk masa depan si kecil, sepantasnya
diberdayakan